NAMA : RAINDRA EKY YUWONO
NPM : 17213201
KELAS : 4EA22
DOSEN : BONAR S PANJAITAN
PENULISAN
KE-2
PRINSIP – PRINSIP ETIKA BISNIS (TULISAN)
A. Prinsip Etika Bisnis Dan Prinsip
Etika Profesi
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya
harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah
disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa
prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip
etika bisnis adalah sebagai berikut :
¬
Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya
baik untuk dilakukan.
¬
Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang
atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan
kerja intern dalam suatu perusahaan.
¬
Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif,
serta dapat dipertanggung jawabkan.
¬
Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
¬
Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal
dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan
tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
Cara penerapan etika bisnis :
Corporate Culture (pakai tanda panah ke kanan) Sikap
dan Perilaku (pakai tanda panah ke kanan) Etos Bisnis Organisasi.
*Berkembang atau tidaknya sebuah etos bisnis
ditentukan oleh gaya kepemimpinan di perusahaan tersebut.
B. Prinsip – Prinsip Etika
Profesi
Dalam tuntutan professional sangat
erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik
itu berhubungan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi.
Prinsip-prinsip etika pada umumnya
berlaku bagi semua orang, serta berlaku pula bagi kaum professional.
Prinsip-prinsip etika profesi adalah :
«
Prinsip Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum
profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti
bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya
dia akan bertanggung jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin,
dan dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang
terbaik.
«
Prinsip Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional
agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan
pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya
dengan profesi yang dimilikinya.
«
Prinsip Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap
dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu
sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
«
Prinsip Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan
ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah
juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh
karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat
luas.
C. Bisnis Sebagai Profesi yang
Luhur
Pada dewasa ini bisnis sudah
dianggap sebagai suatu profesi. Bahkan bisnis seakan-akan menjadi sebutan
profesi, tetapi sekaligus juga menyebabkan pengertian profesi menjadi suatu
bahasa yang merancu atau kehilangan pengertian dasarnya. Itu terutama karena bisnis
modern mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang
yang profesional.
Pada persaingan di dunia bisnis yang
ketat saat ini, menuntut dan menyadarkan para pelaku bisnis untuk menjadi orang
yang profesional. Sehingga profesionalisme menjadi suatu keharusan dalam
melakukan bisnis. Hanya saja sering kali sikap profesional dan profesionalisme
yang dimaksudkan dalam dunia bisnis hanya terbatas pada kemampuan teknis
menyangkut keahlian dan keterampilan yang terkait dengan bisnis : Manajemen,
produksi, pemasaran, keuangan, personalia dan seterusnya. Hal ini terutama
dikaitkan dengan prinsip efisiensi demi mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Yang sering diabaikan dan dilupakan
banyak mendapat perhatian adalah profesionalisme dan sikap profesional juga
mengandung pengertian komitmen pribadi dan moral pada profesi tersebut dan pada
kepentingan pihak-pihak yang saling terkait. Orang yang profesional selalu
berarti orang yang memiliki komitmen pribadi yang tinggi, yang serius
menjalankan pekerjaannya, yang bertanggung jawab atas pekerjaannya agar tidak
sampai merugikan pihak lainnya. Orang yang profesional adalah orang yang
menjalankan pekerjaannya secara tuntas dengan hasil dan mutu yang sangat baik
karena komitmen dan tanggung jawab moral pribadinya.
Itu sebabnya mengapa bisnis hampir
tidak pernah atau belum dianggap sebagai suatu profesi yang luhur. Bahkan
sebaliknya seakan ada jurang yang memisahkan dunia bisnis dengan etika. Tentu
saja ini terutama disebabkan oleh suatu pekerjaan kotor, tipu menipu, penuh
kecurangan dan etika buruk. Bahkan tidak hanya masyarakat, melainkan sering
orang bisnis menganggap dirinya bahwa memang pekerjaannya adalah tipu menipu,
curang, membohongi orang lain dan sebagainya. Sehingga tidak heran bisnis
mendapat predikat jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor.
Kesan dan sikap masyarakat tentang
bisnis serta bisnis sendiri, seperti itu disebabkan oleh ulah orang-orang atau
lebih tepatnya beberapa orang bisnis yang memperlihatkan citra yang begitu
negatif di masyarakat. Beberapa orang bisnis yang hanya ingin mengejar
keuntungan dengan menawarkan barang dan jasa dengan mutu rendah, yang tidak
memperdulikan pelayanan terhadap konsumennya bahkan tidak menghiraukan keluhan
konsumennya yang tidak sesuai dengan iklan ataupun janji terhadap barang atau
jasa yang ditawarkannya. Sehingga hal ini membuat citra negative bagi bisnis
tersebut.
Berdasarkan pengertian profesi
yang menekankan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta komitmen moral yang
mendalam, maka jelas kiranya bahwa pekerjaan yang kotor tidak akan disebut
sebagai profesi. Oleh karenanya bisnis itu bukanlah merupakan profesi, jika
bisnis dianggap sebagai sebagai pekerjaan kotor, kendati istilah profesi,
profesional, dan profesionalisme sering diucapkan dalam kaitan kegiatan bisnis.
Namun di pihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada hanya pembisnis dan juga
perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai
sebuah profesi dalam pengertiannya sebagaimana kita ketahui bersama. Mereka tidak
hanya memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi tetapi punya komitmen
moral yang mendalam. Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat
menjadi sebuah profesi dalam pengertiannya yang sebenar-benarnya, bahkan
menjadi sebuah profesi yang luhur.
Untuk melihat tepat tidaknya
kata profesi dipakai juga untuk dunia bisnis dan untuk melihat apakah
bisnis dapat menjadi profesi yang luhur, mari kita tinjau dua pandangan dan
penghayatan yang berbeda mengenai pekerjaan dan kegiatan bisnis yang dianut
oleh para pelaku bisnis.
a. Pandangan Praktis
Realistis
Pandangan ini terutama bertumpu pada
kenyataan (pada umumnya) yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini.
Pandangan ini berdasarkan pada apa yang umumnya dilakukan dalam dunia bisnis
dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara
manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk
mendapatkan keuntungan.
Dalam pandangan ini ditegaskan bahwa
secara jelas tujuan utama bisnis adalah mencari keuntungan. Bisnis adalah suatu
kegiatan profit making. Dasar pemikirannya adalah orang yang terjun ke dalam
dunia bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain ingin mendapatkan
keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegaitan sosial.
Sehingga keuntungan tersebut untuk menunjang kegiatan bisnis, tanpa keuntungan
bisnis tidak dapat berjalan.
Pandangan ini dianggap sebagai
pandangan ekonomi klasik (Adam Smith) dan ekonomi neo-klasik (Milton Friedman).
Adam Smith berpendapat bahwa pemilik modal baru dapat keuntungan untuk bisa
merangsang menanamkan modalnya dan itu berarti tidak ada kegiatan ekonomi
produktif sama sekali. Pada akhirnya tidak ada pekerja yang dipekerjakan dan
konsumen tidak akan mendapatkan barang kebutuhannya.
Asumsi Adam
Smith adalah dalam masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja dimana
setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatunya sekaligus dan bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Manusia modern harus memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menukarkan barang produksinya dengan barang produksi milik
orang lain. Dalam perkembangan zaman ada yang berhasil mengumpulkan modal dan
memperbesar usahanya sementara yang lainnya hanya bisa menjadi pekerja orang
lain. Maka terjadi kelas sosial.
Kedua, bahwa semua orang tanpa
kecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi
jauh lebih baik. Dalam keadaan sosial yang telah terbagi menjadi kelas-kelas
sosial, jalan terbaik untuk tetap mempertahankan modalnya dalam kegiatan produktif
yang sangat berguna bagi kegiatan ekonomi nasional dan ekonomi dunia termasuk
kelas pekerja. Hanya dengan membuat pemilik modal menanamkan modalnya, maka
banyak orang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Satu-satunya secara kuantitatif
melalui kegiatan produktif keadaan modalnya serta moral dan sosial baik, antara
lain karena punya dampak yang berguna bagi orang banyak. Karena itu secara
moral tidak salah jika pelaku bisnis itu mencari keuntungan.
Dalam kaitan dengan ini, tidak
mengherankan bahwa Milton Friedman mengatakan bahwa omong kosong jika
bisnis tidak mencari keuntungan. Ia melihat bahwa dalam kenyataanya hanya
keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi atau daya tarik bagi pelaku
bisnis. Menurut Friedman, mencari keuntungan bukan hal yang jelek, karena semua
orang memasuki bisnis selalu dengan punya satu motivasi dasar yaitu mencari
keuntungan. Artinya kalau semua orang masuk dalam dunia bisnis dengan satu
motivasi dasar untuk mencari keuntugan, maka sah dan etis jika saya pun mencari
keuntungan dalam bisnis.
b. Pandangan Ideal
Pandangan ideal ini dalam
kenyataanya masih merupakan suatu hal yang ideal dalam dunia bisnis. Harus
diakui bahwa sebagian pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh
sebagian orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu nilai tertentu yang
dianutnya.
Menurut pandangan ini bisnis tidak
lain adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut produksi, menjual
dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis. Tapi
keuntungan bisnis tidak dapat bertahan. Namun keuntungan hanya dilihat sebagai
konsekuensi logis dalam kegiatan bisnis, yaitu bahwa dengan memenuhi kebutuhan
masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat
akan merasa terkait membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik itu.
Dasar pemikirannya adalah
pertukaran timbal balik secara fair diantara pihak-pihak yang terlibat.
Maka yang mau di tegakkan dalam bisnis yang menganut pandangan ini adalah
keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.
Sesungguhnya pandangan ini pun bersumber dari ekonomi klasiknya Adam Smith.
Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi
lebih banyak barang tertentu, sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang
tidak dapat memproduksinya sendiri. Jadi sesungguhnya kegiatan bisnis bisa
terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.
Hal itu berarti kegiatan bisnis merupakan perwujudan hakekat sosial manusia
saling membutuhkan satu dengan lainnya. Dengan kata lain keuntungan bukan
merupakan tujuan dalam melakukan kegiatan bisnis. Walaupun menurut Adam Smith
pertukaran dagang didasarkan atas kepentingan pribadi masing-masing yang secara
moral baik, pertukaran dagang atau bisnis merupakan upaya saling memenuhi
kebutuhan masing-masing, yang hanya akan paling mungkin dipenuhi masing-masing
orang diperhatikan.
Pandangan ini juga telah
dihayati dan dipraktekkan dalam kegiatan bisnis oleh beberapa orang
pengusaha, bahkan menjadi etos bisnis dari perusahaan yang mereka dirikan.
Sebagai contoh :Matsushita, berpendapat tujuan bisnis sebenarnya
bukanlah mencari keuntungan melainkan melayani kebutuhan masyarakat, Sedangkan
keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan
bisnis suatu perusahaan. Hal itu berarti bahwa karena masyarakat merasa
kebutuhan hidupnya dipenuhi, secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan
tersebut yang memang dibutuhkannya, tapi sekaligus juga puas dengan produk
tersebut. Sehingga mereka akan tetap membeli produk tersebut. Dari situ akan
mengalir keuntungan. Dengan demikian yang pertama-tama menjadi fokus perhatian
dalam bisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan apa kebutuhan masyarakat
dan bagaimana melayani kebutuhan masyarakat itu secara baik dan dari sana
akan mendapatkan keuntungan.
Pandangan Matsushita, sebenarnya
dalam arti tertentu tidak sangat idealisitis, karena lahir dari visi bisnis
yang kemudian diperkuat dengan dukungan oleh pengalamannya dalam mengelola
bisnisnya. Ternyata perusahaan dan bisnisnya berhasil bertahan lama, tanpa
perlu harus menggunakan segala cara demi mencapai keuntungan. Demikian pula
pandangan seperti itu diakui dan dibuktikan kebenarannya oleh pengalaman banyak
perusahanan yang juga mengembangkan nilai-nilai budaya perusahaan tertentu atau
etos bisnis bagi perusahaan tersebut.
Dengan melihat kedua pandangan yang
berbeda di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia sedikit banyak
disebabkan oleh pandangan pertama sekedar bisnis mencari keuntungan. Tentu
saja, pada dirinya sendiri, sebagaimana telah dikatakan keuntungan tidak jelek.
Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya pada satu tujuan
untuk mencari keuntungan sangat berbeda dengan alternative lainnya. Yang
terjadi adalah munculnya sikap dan perilaku yang menjurus pada menghalalkan
segala cara, termasuk cara yang tidak dibenarkan siapapun hanya demi
mendapatkan keuntungan. Akibatnya pelaku bisnis tersebut hidup dalam suatu
dunia yang bahkan ia sendiri sejauh sebagai manusia tidak diinginkannya.
Salah satu upaya untuk membangun
bisnis sebagai profesi yang luhur adalah membentuk, mendukung dan memperkuat
organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa
dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian yang sebenar-benarnya
sebagaimana dibahas, jika bukan menjadi profesi yang luhur tentu saja sangat sulit
untuk membentuk sebuah organisasi profesi yang mencakup semua bidang bisnis.
Dalam hal ini KADIN dapat
diperdayakan untuk kepentingan tersebut. Yang lebih efektif adalah membentuk
organisasi profesi untuks setiap kelompok atau bidang bisnis : tekstil, konstruksi,
bisnis retail tambang dan sebagainya. Organisasi-organisasi ini tidak hanya
menangani kegiatan bisnis teknis dari kelompoknya melainkan juga menjadi
semacam polisi moral yang akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam
mengeluarkan izin usaha bagi para anggotanya dan tanpa rekomendasi itu izin
tersebut tidak akan diperoleh. Paling tidak organisasi ini memberikan peringkat
/ ranking label kualitas yang menentukan sehat tidaknya, etis tidaknya,
perusahaan-perusahaan yang menjadi anggotanya. Peringkat ini sangat diandalkan
masyarakat dan semua pelaku bisnis lainnya sehingga membuat para anggota merasa
membutuhkannya dengan menjadi anggota yang setia dari organisasi profesi
tersebut.
Jika cara ini dijalankan, dengan
kontrol yang ketat dari organisasi profesi, akan bisa terwujud iklim bisnis
yang baik. Tentu saja hal ini pun mengandalkan bahwa organisasi profesi
itu sendiri bersih dan baik; tidak ada nepotisme, tidak ada kolusi tidak ada
diskriminasi dalam pemberian rekomendasi peringkat atau label kualitas.
Demikian pula ini pun mengandalkan pemerintah, melalui departemen terkait,
memang bersih dari praktek-praktek yang dapat merusak citra bisnis yang baik
dan etis.
D. Seberapa Beretikakah?
Pada Etika Khusus dibagi menjadi 3
(tiga) macam, yaitu :
Etika Individual ; yaitu
menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap diri sendiri. Salah satu
prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual adalah prinsip
integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam
rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi moral.
Etika Sosial ; yaitu suatu
etika yang berbicara mengenai kewajiban dan hak, pola dan perilaku manusia
sebagai makhluk sosial ber-intraksi dengan sesamanya. Hal ini tentu saja sebagaimana
hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan
sosial, etika individual dan etika sosial berkaitan erat. Bahkan dalam arti
tertentu sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu dengan lainnya. Karena
kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dengan banyak hal yang
mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula
sebaliknya.
Etika Lingkungan Hidup ; yaitu
sebuah etika yang saat ini sering dibicarakan sebagai cabang dari etika khusus.
Etika ini adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan alam yang ada di
sekitarnya. Sehingga etika lingkungan ini dapat merupakan cabang dari etika
sosial (sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia, yang
bersangkutan dengan dampak lingkungan) maupun berdiri sendiri dengan sebagai
etika khusus (sejauh menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya).
Lingkungan hidup dapat dibicarakan juga dalam kerangka bisnis, karena pola
interaksi bisnis sangat mempengaruhi lingkungan hidup.
E. Etika Profesi
Pengertian Profesi dapat dirumuskan
sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan
keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen
pribadi (moral) yang mendalam. Dengan demikian profesional adalah orang yang
melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta mempunyai komitmen
pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu.
Adapun Ciri-ciri dari Profesi yang
secara umum ada 6 (enam), yaitu:
¶
Memiliki Keahlian dan Ketrampilan Khusus
¶
Adanya komitmen moral yang tinggi.
¶ Seorang Profesional adalah orang yang hidup
dari profesinya.
¶
Mempunyai tujuan mengabdi untuk masyarakat.
¶ Memiliki
sertifikasi maupun izin atas profesi yang dimilikinya.
REFERENSI :
http://lailasoftskill.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-prinsip-etika-bisnis-tulisan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar